Minggu, 02 Oktober 2011

Perubahan dari Diri Sendiri

Perbedaan antara negara berkembang (miskin) dan negara maju (kaya) tidak tergantung pada umur negara itu. Contohnya negara India dan Mesir, yang umurnya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang (miskin). Di sisi lain, Singapura, Kanada, Australia, dan New Zealand –- negara-negara yang umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun — saat ini merupakan bagian dari negara maju di dunia.

Mayoritas penduduknya tidak lagi miskin.
Ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang mempunyai area yang sangat terbatas. Daratannya 80% berupa pegunungan dan tidak cukup untuk pertanian dan peternakan. Tetapi, saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu negara “industri terapung” yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari semua negara di dunia dan mengekspor barang jadinya.
Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat tetapi sebagai negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil, hanya 11% daratannya yang bisa ditanami. Swiss juga mengolah susu dengan kualitas terbaik. (Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia). Swiss juga tidak mempunyai cukup reputasi dalam keamanan, integritas, dan ketertiban –- tetapi saat ini bank-bank di Swiss menjadi bank yang sangat disukai di dunia.
Para eksekutif dari negara maju yang berkomunikasi dengan temannya dari negara terbelakang akan sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kecerdasan. Ras atau warna kulit juga bukan faktor penting. Para imigran yang dinyatakan pemalas di negara asalnya ternyata menjadi sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju/kaya di Eropa.
Lalu, apa perbedaannya?

Perbedaannya adalah pada sikap/perilaku masyarakatnya, yang telah dibentuk bertahun-tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa mayoritas penduduknya sehari-harinya mengikuti/mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan sebagai berikut:
Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari
Kejujuran dan integritas
Bertanggung jawab
Hormat pada aturan dan hukum masyarakat
Hormat pada hak orang/warga lain
Cinta pada pekerjaan
Berusaha keras untuk menabung dan berinvestasi
Mau bekerja keras
Tepat waktu

Di negara terbelakang/miskin/berkembang, hanya sebagian kecil masyarakatnya mematuhi prinsip dasar kehidupan tersebut.
Kita bukan miskin (terbelakang) karena kurang sumber daya alam, atau karena alam yang kejam kepada kita. Kita terbelakang/lemah/miskin karena perilaku kita yang kurang/tidak baik. Kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar kehidupan yang akan memungkinkan kita mampu membangun masyarakat, ekonomi, dan negara.
Jika Anda tidak meneruskan pesan ini, tidak akan terjadi apa-apa pada diri Anda! Hewan peliharaan Anda tidak akan mati. Anda tidak akan kehilangan pekerjaan. Anda tidak akan mendapat kesialan dalam 7 tahun. Anda juga tidak akan sakit.
Tetapi jika Anda mencintai negara kita, teruskan pesan ini kepada teman-teman Anda. Biarlah mereka merefleksikan hal ini. Kita harus mulai dari mana saja. Kita ingin BERUBAH dan BERTINDAK!
Dan… PERUBAHAN DIMULAI DARI DIRI KITA SENDIRI!
Penyimpangan positif








Setelah berakhirnya Perang Vietnam, anak-anak di wilayah-wilayah miskin Vietnam sering menderita kekurangan gizi. Penderitaan tersebut selain disebabkan oleh kesulitan ekonomi yang diderita negeri tersebut, juga dikarenakan faktor budaya seperti diharamkannya KB dan rendahnya tingkat pendidikan. Upaya-upaya dari lembaga donor yang berusaha membantu umumnya menggunakan pendekatan umum yang disarankan para ahli: memberikan bantuan makanan besar-besaran sambil berusaha mengatasi faktor-faktor penyebabnya. Tentu saja langkah-langkah tersebut membutuhkan biaya yang besar. Celakanya, cara tersebut membuat penduduk setempat tergantung pada kehadiran para donor. Begitu para donor dan sukarelawan pergi, masalah semula terjadi lagi. Penduduk kembali ke pola hidup semula.

Tahun 1990, lembaga nirlaba Save the Children meminta Monique dan Jerry Sternin mengunjungi Vietnam untuk mencoba pendekatan baru. Mereka mencoba sistem yang disebut dengan positive deviance yang dikembangkan di Tufts University. Berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang menekankan pada rekomendasi para ahli, Monique dan Jerry terjun ke desa-desa bukan untuk mencari penyebab terjadinya malnutrisi. Sebaliknya mereka mencari anak-anak yang tidak kekurangan gizi meski hidup dalam lingkungan dan taraf hidup yang sama. Anak-anak yang berbeda tersebut adalah para positive deviance, penyimpang positif. Logika dari pendekatan ini adalah mencari alasan mengapa ada sebagian individu yang sukses mengatasi masalah tersebut dan menyebarkan pengetahuan tersebut ke masyarakat setempat.
Segera Monique dan Jerry menemukan bahwa para penyimpang positif tersebut bisa hidup sehat karena ibu mereka memberi mereka tambahan makanan udang dan kepiting dari sungai sekitar dan juga daun kentang manis yang kaya vitamin. Selain itu, mereka juga diberi makanan lebih sering. Berbekal pengetahuan tersebut, Save The Children mengadakan workshop untuk para ibu-ibu setempat lainnya. Para peserta diwajibkan membawa udang, kepiting, dan daun dimaksud.
Hasilnya? Dalam 6 bulan saja, dengan biaya yang jauh lebih kecil, dua per tiga anak-anak di daerah tersebut mengalami kenaikan berat badan. Setelah 2 tahun, 85% sudah dianggap bebas dari kutukan malnutrisi. Konsep ini segera diaplikasikan di desa-desa lainnya dengan sukses. Proyek-proyek positive deviance langsung diluncurkan di negara-negara lainnya, termasuk di Indonesia. (Para pembaca yang tertarik lebih jauh dengan proyek-proyek tersebut bisa membuka situs positivedeviance.org di sini.)

Apa sebenarnya rahasia sukses pendekatan ini? Mengapa pendekatan ini lebih berhasil dibanding pendekatan lainnya, termasuk analisa yang melibatkan banyak ahli? Salah satu jawaban yang bisa diberikan adalah: pendekatan ini selaras dengan prinsip-prinsip complex adaptive system.
Dalam complex adaptive system seperti manusia dan lingkungan hidup, tingkah laku aktor-aktor dalam sistem saling berinteraksi dan hasilnya interaksi sulit untuk diramalkan. Masing-masing aktor juga sering memberikan respon yang berubah-ubah sebagai bagian dari aktivitas adaptasi mereka terhadap interaksi tersebut. Tidak ada ekuilibirium statis di sini. Sementara itu para ahli yang terlalu analitis sering berusaha mereduksi hasil analisa terhadap data-data yang mereka miliki dengan menghilangkan ketidakpastian yang muncul dari pola-pola interaksi yang tidak bisa diramalkan tersebut. Hasil akhirnya adalah solusi-solusi yang hanya bisa bekerja bila sistem tersebut tidak berubah-ubah dan perilaku semua anggota sistem bisa diramalkan. Namun tentu saja kenyataannya tidak demikian.
(Di artikel sebelumnya tentang prinsip obliquity, kita melihat beberapa contoh bagaimana solusi yang dianggap terbaik sering berbuah bencana pada saat diperkenalkan di dalam sebuah complex adaptive system.)

Pendekatan positive deviance lebih menekankan pada belajar dari sistem itu sendiri dengan mencari perilaku tertentu yang sudah sukses dalam sistem kompleks tersebut. Lalu, barulah solusi yang sudah ada tersebut disebarkan ke dalam sistem tersebut. Karena solusi tersebut datang dari sistem itu sendiri, sistem akan lebih toleran terhadap solusi tersebut saat diterapkan pada skala yang lebih luas. Singkatnya, pendekatan positive deviance adalah pendekatan pemecahan masalah yang menekankan pada pembelajaran (learning) dibanding pengajaran (teaching).
Selain masalah sosial, pendekatan ini tentu bisa juga dipakai di lingkungan lainnya, seperti bisnis. Perusahaan yang memiliki cabang-cabang bisa saja mencari cabang dengan kinerja terbaik dan belajar dari cabang tersebut untuk memperbaiki kinerja cabang-cabang lainnya. Para salesman dengan penjualan terbaik bisa diminta untuk membagikan rahasia sukses mereka. Masih banyak lagi contoh-contoh lain yang bisa diberikan. Yang penting di sini adalah: bukalah diri Anda untuk belajar dari sekitar, termasuk dari anak kecil sekali pun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.